Kehadiran TNI di Papua: Benteng Konstitusi untuk Lindungi Rakyat, Bukan Menindas

2 weeks ago 36

PAPUA - Situasi keamanan di tanah Papua kembali menjadi sorotan setelah kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengeluarkan pernyataan provokatif. Mereka menolak rencana pembangunan pos TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Tak berhenti di situ, kelompok ini juga melontarkan ancaman akan menyerang aparat TNI-Polri serta mengusir masyarakat non-Papua dari wilayah tersebut.

Ancaman itu dinilai bukan hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan hukum, konstitusi, bahkan prinsip kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos militer, pada dasarnya merupakan langkah legal dan konstitusional yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan.

Landasan Hukum Kehadiran TNI di Papua

Tugas TNI di Papua berakar kuat pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30, yang menegaskan TNI sebagai alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

Lebih rinci, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia memberikan dasar yang jelas:

* Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4: TNI berwenang melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan perbatasan serta menghadapi gerakan separatis bersenjata.

* Pasal 9: TNI berhak membangun dan menggunakan sarana-prasarana pendukung dalam menjalankan tugas.

Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI bahkan memperkuat peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan menghadapi ancaman strategis. Dengan demikian, pembangunan pos di daerah rawan konflik seperti Puncak Jaya adalah bagian dari operasi pengamanan wilayah negara yang sah.

Mengapa Pos Militer Dibangun?

Tujuan utama pembangunan pos militer di Papua bukanlah untuk memprovokasi, melainkan untuk:

* menjamin keselamatan masyarakat sipil dari ancaman kekerasan,

* melindungi jalannya pembangunan infrastruktur dan layanan publik,

* mencegah penyebaran aksi kekerasan oleh kelompok bersenjata.

Pendekatan Humanis dan Kemanusiaan

Meski berada dalam kerangka operasi militer, TNI mengedepankan pendekatan humanis sesuai amanat Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Artinya, prajurit tidak semata hadir dengan peran militeristik, tetapi juga sosial dan kemasyarakatan.

Kehadiran TNI di Papua diwujudkan melalui kegiatan:

* mendukung pemerintah daerah dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan,

* memberikan rasa aman bagi aktivitas ekonomi dan sosial,

* membangun komunikasi sosial inklusif bersama seluruh komponen masyarakat.

Dalam kondisi menghadapi ancaman nyata, TNI tetap menjalankan fungsinya secara profesional dan proporsional, dengan orientasi pada perlindungan masyarakat sipil, sejalan dengan Hukum Humaniter Internasional.

Ancaman TPNPB-OPM dan Pelanggaran HAM

Berbeda dengan pendekatan TNI yang konstitusional, tindakan TPNPB-OPM justru mencederai nilai kemanusiaan. Serangan mereka terhadap guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, serta intimidasi terhadap warga sipil non-Papua adalah bentuk kekerasan yang dapat dikategorikan sebagai terorisme, sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Selain itu, aksi kelompok tersebut jelas melanggar prinsip Hukum Humaniter Internasional:

* Distinction (harus membedakan antara kombatan dan sipil),

* Proportionality (tidak boleh menimbulkan kerugian berlebihan pada warga sipil),

* Precaution (larangan serangan membabi buta tanpa perencanaan).

Kesimpulan: TNI Hadir untuk Melindungi

Kehadiran TNI di Papua adalah kehadiran negara. Negara wajib melindungi setiap warganya tanpa terkecuali, termasuk masyarakat asli Papua. TNI tidak datang untuk menindas, tetapi untuk memastikan setiap orang mendapatkan hak dasar berupa rasa aman dan kesempatan hidup damai.

Setiap langkah TNI berpegang pada tiga prinsip:

* Legalitas: sesuai konstitusi dan undang-undang,

* Akuntabilitas: diawasi oleh mekanisme internal maupun eksternal,

* Profesionalitas: dilaksanakan oleh prajurit terlatih dengan menjunjung HAM.

Sementara kelompok separatis terus menebar teror dan propaganda, TNI tetap teguh pada tugas konstitusionalnya: menjaga kedaulatan NKRI, melindungi rakyat, dan menghadirkan keamanan agar pembangunan bisa berjalan tanpa gangguan.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |