PAPUA - Gelombang propaganda dari kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali mengemuka. Mereka menolak rencana pembangunan pos-pos militer di wilayah Puncak Jaya serta delapan titik rawan lain yang mereka klaim sebagai “zona perang”. Tidak berhenti di situ, OPM juga melontarkan ancaman terbuka: akan menyerang aparat TNI-Polri dan mengultimatum warga non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Minggu (31/08/2025).
Ancaman tersebut bukan saja berlawanan dengan semangat kemanusiaan, namun juga menyesatkan opini publik. Sebab, kehadiran TNI di Papua bukanlah tindakan sepihak, melainkan langkah yang **konstitusional, legal, dan sah secara hukum** untuk melindungi rakyat dan menjaga kedaulatan negara.
### **Landasan Konstitusional Kehadiran TNI**
Kehadiran TNI di Papua berakar pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 yang secara tegas menyebutkan bahwa TNI merupakan alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan NKRI dan melindungi bangsa dari segala bentuk ancaman.
Ketentuan itu diperjelas lagi melalui UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menyebutkan:
* Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, memberikan mandat kepada TNI untuk melaksanakan operasi selain perang, termasuk mengatasi gerakan separatis bersenjata.
* Pasal 9, memberi kewenangan TNI membangun sarana dan prasarana pendukung tugas pengamanan.
Sementara itu, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 mengukuhkan peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan menghadapi ancaman strategis di wilayah rawan, termasuk Papua.
Dengan demikian, pembangunan pos militer di Puncak Jaya dan wilayah lain bukan bentuk provokasi, tetapi langkah strategis untuk:
* menjamin keselamatan warga sipil,
* mengamankan jalannya pembangunan nasional, dan
* mencegah aksi kekerasan kelompok separatis.
Pendekatan Humanis, Bukan Represif
Meski ditugaskan menjaga keamanan, TNI tetap mengedepankan pendekatan teritorial yang humanis. Hal ini sejalan dengan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Kehadiran TNI di Papua tidak hanya militeristik, tetapi juga menyentuh aspek sosial, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan masyarakat.
Di banyak titik, prajurit TNI turut membantu masyarakat pedalaman dengan layanan kesehatan gratis, mengajar anak-anak di sekolah, hingga membantu distribusi bahan pokok. Inilah bukti bahwa TNI hadir bukan untuk menindas, melainkan mendukung kesejahteraan rakyat Papua.
Ancaman TPNPB: Melawan Hukum dan Kemanusiaan
Berbeda dengan TNI yang bekerja dalam koridor hukum, aksi TPNPB justru melanggar hukum nasional maupun hukum humaniter internasional. Serangan terhadap guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, serta pemalangan fasilitas publik adalah bentuk terorisme sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Lebih jauh, tindakan mereka melanggar prinsip dasar hukum humaniter: Distinction (pembedaan antara kombatan dan sipil), Proportionality (tidak menimbulkan kerugian berlebihan bagi warga sipil), serta Precaution (larangan serangan membabi buta). Ancaman kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah hanya mempertegas watak diskriminatif dan teroristik kelompok tersebut.
TNI Adalah Wajah Negara di Papua
Di tengah propaganda separatis, penting untuk ditegaskan: TNI hadir di Papua bukan sebagai kekuatan pendudukan, tetapi sebagai wajah negara yang melindungi seluruh warganya tanpa membeda-bedakan.
Prinsip yang dijunjung tinggi adalah Legalitas, Akuntabilitas, dan Profesionalitas. Semua operasi keamanan dilaksanakan dengan pengawasan berlapis serta tetap menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
Upaya TPNPB-OPM menebar ketakutan hanyalah propaganda untuk menutupi kelemahan mereka sendiri. Faktanya, masyarakat Papua lebih membutuhkan rasa aman, akses pembangunan, dan pelayanan dasar yang hanya bisa terjamin apabila negara hadir secara konsisten.
Kesimpulan
Kehadiran TNI di Papua adalah langkah konstitusional dan sah, demi melindungi masyarakat dari teror bersenjata serta menjamin keberlangsungan pembangunan. Narasi OPM yang menyebut TNI sebagai penindas tidak lebih dari propaganda yang bertolak belakang dengan realitas di lapangan.
Negara tidak boleh kalah oleh teror. Papua adalah bagian sah dari NKRI, dan TNI akan terus menjalankan tugasnya dengan profesional, humanis, dan berpihak kepada rakyat.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono