JAKARTA - Gelombang pernyataan provokatif kembali dilontarkan oleh kelompok separatis bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan delapan wilayah lainnya di Papua, bahkan mengeluarkan ancaman terbuka terhadap aparat keamanan serta warga non-Papua.
Ancaman yang mereka lontarkan termasuk ultimatum agar warga non-Papua meninggalkan wilayah tersebut bukan hanya bentuk intimidasi terhadap warga sipil, tetapi juga pelanggaran serius terhadap hukum nasional dan hukum humaniter internasional.
Kehadiran TNI di Papua: Langkah Konstitusional dan Sah
Pembangunan pos militer TNI di wilayah rawan konflik seperti Papua merupakan bagian dari tugas negara yang sah secara konstitusional, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 30 UUD 1945, yang menugaskan TNI menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa;
UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya:
Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4 (Operasi Militer Selain Perang, termasuk mengatasi separatisme),
Pasal 9 (pembangunan dan penggunaan sarana prasarana TNI);
Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Kogabwilhan sebagai garda depan menghadapi ancaman strategis.
"Kehadiran TNI bukan bentuk provokasi atau penjajahan, tetapi bagian dari mandat konstitusi untuk melindungi rakyat dan keutuhan NKRI, " tegas seorang perwira dari Mabes TNI.
Pendekatan Humanis dan Strategis: TNI Bukan Hanya Hadir, Tapi Merangkul
TNI mengedepankan pendekatan humanis dan teritorial dalam penugasannya di Papua. Ini sesuai dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan Papua dan Papua Barat, yang menempatkan TNI juga sebagai:
Mitra Pemda dalam menyediakan layanan dasar, pendidikan, dan kesehatan;
Pelaku komunikasi sosial yang inklusif;
Pelindung masyarakat sipil dari ancaman kekerasan bersenjata.
Kehadiran TNI di kampung-kampung terpencil dengan pelayanan kesehatan gratis, pengajaran di sekolah darurat, hingga perlindungan terhadap tenaga pembangunan adalah bukti nyata bahwa TNI hadir bukan untuk menindas, tetapi untuk melayani.
Ancaman TPNPB-OPM: Pelanggaran HAM dan Hukum Perang
Pernyataan TPNPB-OPM yang mengancam warga sipil dan mengklaim zona perang adalah bentuk terorisme yang tidak bisa ditoleransi, sebagaimana diatur dalam:
UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, khususnya Pasal 6 dan 9 yang melarang kekerasan terhadap sipil sebagai bentuk intimidasi;
Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution, yang dilanggar oleh TPNPB lewat serangan terhadap guru, tenaga medis, dan warga sipil tak bersenjata.
"Mengintimidasi warga sipil dan menebar teror bukanlah perjuangan kemerdekaan itu kejahatan terhadap kemanusiaan, " tegas pakar hukum konflik bersenjata.
TNI Adalah Wajah Negara di Tanah Papua
Setiap langkah TNI di Papua dijalankan dengan prinsip:
Legalitas: Berdasarkan konstitusi dan UU yang berlaku;
Akuntabilitas: Di bawah pengawasan internal dan eksternal;
Profesionalitas: Sesuai standar operasional dan etika militer.
Kehadiran TNI bukanlah bentuk penjajahan seperti yang didengungkan propaganda separatisme, tetapi manifestasi negara hadir untuk melindungi warganya dari kekerasan dan ketakutan.
Menolak Propaganda Separatis: Papua Adalah Indonesia
TPNPB-OPM tidak bisa diberi ruang untuk menciptakan narasi kebencian dan ketakutan di tengah masyarakat. Negara tidak akan mundur dari kewajiban konstitusionalnya untuk menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono