Kehadiran TNI di Papua: Amanat Konstitusi untuk Melindungi Rakyat, Bukan Menindas

1 month ago 38

JAKARTA - Polemik kembali memanas di Papua setelah kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB–OPM) mengeluarkan pernyataan provokatif. Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka sebut sebagai “zona perang.” Lebih dari itu, mereka mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri dan bahkan memberikan ultimatum kepada warga non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut.

Pernyataan ini dinilai menyesatkan dan tidak dapat dibenarkan baik secara hukum maupun kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua termasuk pembangunan pos militer di wilayah rawan merupakan langkah konstitusional, legal, dan berlandaskan hukum untuk menjaga keutuhan NKRI serta keselamatan rakyatnya.

Landasan Hukum yang Tegas

Tugas TNI di Papua memiliki pijakan hukum yang jelas, antara lain:

1. UUD 1945 Pasal 30 yang menegaskan peran TNI sebagai alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

2. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya:

   * Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, yang memberi mandat kepada TNI untuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.

   * Pasal 9, yang mengatur kewenangan membangun dan menggunakan sarana-prasarana pendukung pelaksanaan tugas.

3. Perpres Nomor 66 Tahun 2019 yang menguatkan peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menangani ancaman strategis di wilayah tertentu.

Berdasarkan ketentuan ini, pembangunan pos militer di daerah rawan seperti Puncak Jaya adalah operasi pengamanan sah negara yang bertujuan melindungi warga sipil, mengawal pembangunan, dan mencegah meluasnya kekerasan.

Pendekatan Humanis, Bukan Militeristik Semata

Kehadiran TNI di Papua tidak hanya dalam kapasitas tempur, tetapi juga sosial kemasyarakatan, selaras dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Pendekatan ini diwujudkan melalui:

* Dukungan pengamanan bagi aktivitas warga dan pemerintah daerah.

* Partisipasi dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan.

* Komunikasi sosial yang inklusif untuk membangun kepercayaan dengan seluruh elemen masyarakat.

Dalam menghadapi ancaman nyata, terutama serangan bersenjata terhadap warga sipil, TNI menegaskan komitmen untuk bertindak proporsional, profesional, dan berorientasi pada perlindungan HAM, sesuai Hukum Humaniter Internasional.

Ancaman TPNPB–OPM: Terorisme dan Pelanggaran HAM

Ancaman kepada warga non-Papua serta serangan terhadap guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, dan fasilitas umum jelas melanggar hukum nasional dan internasional. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai terorisme berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, khususnya Pasal 6 dan 9.

Selain itu, aksi mereka juga melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional:

* Distinction: wajib membedakan kombatan dan warga sipil.

* Proportionality: melarang serangan yang menimbulkan korban sipil berlebihan.

* Precaution: mengharuskan perencanaan matang untuk mencegah korban sipil.

Kehadiran Negara, Bukan Penindasan

Negara melalui TNI hadir di Papua untuk menjamin rasa aman, pemerataan pembangunan, dan perlindungan hak dasar seluruh warga negara, termasuk masyarakat asli Papua. Semua langkah TNI berlandaskan legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas sesuai peraturan perundang-undangan.

Upaya TPNPB–OPM menciptakan ketakutan melalui kekerasan bersenjata dan propaganda separatis harus dilawan dengan tegas. Tidak ada ruang bagi kekerasan dalam negara hukum. TNI menegaskan komitmennya untuk melaksanakan tugas secara profesional, menjaga integritas wilayah NKRI, serta menghormati dan melindungi HAM di setiap operasi.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Sekitar Pulau| | | |