PAPUA - Pernyataan provokatif kembali dilontarkan oleh kelompok bersenjata TPNPB-OPM yang menolak rencana pembangunan pos militer TNI di beberapa wilayah rawan, termasuk Puncak Jaya. Mereka bahkan mengancam akan menyerang aparat keamanan serta memaksa masyarakat non-Papua meninggalkan daerah tersebut. Rabu 25 Juni 2025.
Narasi tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan hukum nasional dan nilai-nilai kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua adalah langkah legal, sah, dan konstitusional, yang dijamin dalam berbagai regulasi negara, antara lain:
* UUD 1945 Pasal 30, yang menegaskan tugas TNI untuk menjaga kedaulatan negara dan melindungi segenap bangsa Indonesia.
* UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang memberi kewenangan penuh kepada TNI untuk menangani ancaman separatis bersenjata serta mengamankan wilayah perbatasan.
* Perpres Nomor 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) untuk menjaga keamanan nasional dari berbagai ancaman.
TNI Hadir untuk Melindungi, Bukan Memprovokasi
Pembangunan pos militer di Papua bukan bentuk provokasi, tetapi langkah strategis untuk:
* Menjaga keselamatan masyarakat sipil dari ancaman kelompok bersenjata.
* Melindungi kelancaran pembangunan nasional di wilayah Papua.
* Menjamin kehadiran negara di seluruh wilayah NKRI.
Pendekatan Humanis Menjadi Prioritas
Kehadiran TNI di Papua tidak hanya mengedepankan aspek pertahanan, tetapi juga misi sosial dan kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua, yang menugaskan TNI untuk:
* Mendukung pemerintah daerah dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan.
* Memberikan pengamanan terhadap pembangunan infrastruktur.
* Membangun komunikasi sosial yang erat dengan masyarakat Papua.
Ancaman OPM: Melanggar Hukum dan HAM
Ancaman yang dilayangkan OPM terhadap masyarakat sipil dan pekerja pembangunan merupakan pelanggaran berat terhadap hukum nasional dan hukum humaniter internasional. Tindakan seperti penyanderaan, pembunuhan warga sipil, pembakaran fasilitas umum, hingga teror terhadap masyarakat merupakan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018.
Selain itu, mereka juga melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, yaitu:
* Distinction: gagal membedakan antara kombatan dan warga sipil.
* Proportionality: melakukan serangan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap warga sipil.
* Precaution: menyerang tanpa langkah perlindungan yang layak bagi warga sipil.
Kehadiran TNI adalah Wujud Negara Hadir untuk Rakyat Papua
Kehadiran TNI di Papua adalah bentuk nyata dari negara yang menjalankan kewajibannya untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. TNI bertugas tidak untuk menindas, tetapi untuk memastikan bahwa setiap warga negara, termasuk masyarakat Papua, memiliki hak atas keamanan, pembangunan, dan masa depan yang lebih baik.
Semua langkah yang diambil oleh TNI bersandar pada prinsip:
* Legalitas: berdasarkan konstitusi dan hukum yang berlaku.
* Akuntabilitas: diawasi secara internal dan eksternal.
* Profesionalitas: dijalankan sesuai standar operasional, aturan hukum, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kesimpulan:
Tindakan OPM yang mengancam dan menebar teror tidak memiliki legitimasi hukum maupun moral. Tidak ada ruang bagi kekerasan dan separatisme dalam negara hukum. TNI akan terus menjalankan tugasnya secara profesional dan humanis untuk memastikan Papua tetap damai, aman, dan sejahtera sebagai bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono