PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang menamakan dirinya sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali melontarkan pernyataan provokatif yang menolak pembangunan pos-pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sembilan wilayah lainnya, yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Kelompok ini juga mengancam serangan terhadap aparat TNI-Polri dan memberikan ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Rabu 28 Mei 2025.
Namun, pernyataan tersebut bukan hanya menyesatkan, tetapi juga tidak dapat dibenarkan baik secara hukum maupun kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua, termasuk pembangunan pos-pos militer, adalah langkah yang sah, legal, dan konstitusional, berdasarkan hukum yang berlaku. Hal ini mengacu pada beberapa poin penting:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 30, yang menyatakan bahwa TNI adalah alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang memberi kewenangan kepada TNI untuk melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan menangani gerakan separatis bersenjata.
3. Peraturan Presiden RI Nomor 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menangani ancaman strategis dan konflik bersenjata di wilayah-wilayah tertentu.
Dengan demikian, pembangunan pos militer di wilayah-wilayah rawan seperti Puncak Jaya bukanlah provokasi, melainkan bagian dari operasi pengamanan wilayah negara yang sah, untuk memastikan keselamatan masyarakat sipil, mendukung pembangunan nasional, dan mencegah penyebaran kekerasan oleh kelompok separatis bersenjata.
Pendekatan Humanis dan Strategis TNI
TNI tidak hanya bertugas dalam aspek militer, namun juga mengedepankan pendekatan humanis. Berdasarkan Inpres RI No. 9 Tahun 2020, TNI berperan aktif dalam pembangunan kesejahteraan Papua, yang mencakup:
* Pengamanan wilayah;
* Mendukung pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan dasar, pendidikan, dan kesehatan;
* Menjalin komunikasi sosial yang inklusif dengan seluruh pihak di Papua.
Kehadiran TNI di Papua juga merupakan upaya untuk melindungi hak asasi manusia, memastikan bahwa masyarakat sipil tidak menjadi korban dari kekerasan bersenjata dan ancaman separatis.
Ancaman TPNPB-OPM dan Pelanggaran Hukum Humaniter
Ancaman yang dilontarkan oleh TPNPB terhadap masyarakat sipil non-Papua dan serangan terhadap tenaga medis, guru, serta pekerja infrastruktur adalah tindakan terorisme yang merusak tatanan hukum. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kekerasan yang mengancam masyarakat sipil dapat dikategorikan sebagai terorisme.
Selain itu, tindakan ini jelas melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, yang mewajibkan pihak yang terlibat dalam konflik untuk membedakan antara kombatan dan sipil, memastikan bahwa kerugian pada masyarakat sipil diminimalisir, dan tidak melakukan serangan secara sembarangan.
Kehadiran TNI di Papua adalah wujud kehadiran negara yang sah, untuk menjamin keamanan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia, termasuk masyarakat asli Papua. Setiap langkah yang diambil oleh TNI selalu didasarkan pada prinsip legalitas, akuntabilitas, dan profesionalisme, yang terkandung dalam seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
TPNPB-OPM yang terus menyebarkan ketakutan dengan kekerasan dan propaganda separatisme harus ditanggapi dengan tegas. Tidak ada tempat bagi kekerasan di negara hukum. TNI akan terus melaksanakan tugasnya dengan profesional, penuh tanggung jawab, dan tetap berkomitmen pada penegakan hak asasi manusia (HAM) serta menjaga integritas wilayah NKRI.