PAPUA - Di tengah provokasi kelompok separatis bersenjata yang kembali mengancam stabilitas di Papua, negara menegaskan bahwa kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah ini adalah langkah konstitusional dan legal, bukan bentuk penindasan. Jum'at 25 Juli 2025.
Dalam pernyataan terbaru, kelompok bersenjata yang menamakan diri sebagai TPNPB-OPM menolak pembangunan pos militer TNI di wilayah-wilayah rawan seperti Puncak Jaya. Mereka bahkan mengeluarkan ancaman terhadap aparat keamanan dan warga non-Papua, serta menyebut wilayah tersebut sebagai “zona perang”.
Namun, faktanya, pembangunan pos militer dan penempatan pasukan TNI adalah mandat konstitusi, dilindungi oleh hukum nasional dan bertujuan menjaga keamanan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali termasuk masyarakat asli Papua.
Landasan Hukum Kehadiran TNI: Tegas, Legal, dan Sah
Langkah TNI bukan tindakan sewenang-wenang. Sebaliknya, hal ini dilandasi oleh sejumlah regulasi resmi negara, di antaranya:
* UUD 1945 Pasal 30: Menetapkan bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
* UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI: Memberikan kewenangan bagi TNI untuk melaksanakan operasi pengamanan wilayah dan menghadapi gerakan separatis bersenjata.
* Perpres No. 66 Tahun 2019: Memperkuat struktur organisasi TNI, termasuk penanganan ancaman strategis melalui Kogabwilhan.
Pendekatan TNI: Humanis, Teritorial, dan Pro-Rakyat
Kehadiran TNI di Papua tak hanya bersifat militeristik. Dalam pelaksanaannya, TNI justru mengutamakan pendekatan humanis, sebagaimana diatur dalam Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua. Langkah-langkah konkret yang dilakukan TNI di antaranya:
* Memberikan dukungan keamanan dalam pembangunan.
* Terlibat dalam penyediaan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
* Menjalin komunikasi sosial secara inklusif dengan masyarakat lokal.
Ancaman TPNPB: Langgar Hukum dan Hancurkan Harapan
Ancaman TPNPB terhadap masyarakat sipil, termasuk guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur, telah melampaui batas kemanusiaan. Aksi mereka bisa dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme, sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2018. Selain itu, serangan tanpa pandang bulu yang mereka lakukan juga melanggar Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution.
TNI di Papua adalah Wajah Negara, Bukan Simbol Represi
Setiap langkah TNI di Papua adalah perwujudan dari kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sah, bertanggung jawab, dan terukur. Bukan untuk menindas, melainkan melindungi rakyat, mendorong pembangunan yang merata, dan memastikan wilayah perbatasan tetap dalam kendali negara.
“Tidak ada tempat bagi kekerasan dan propaganda separatis di bumi NKRI. Kami hadir untuk menjaga, bukan menguasai; melindungi, bukan menakuti, ” tegas perwakilan TNI dalam keterangannya.
Kesimpulan: Papua Adalah Indonesia, dan TNI Akan Terus Bersama Rakyat
TNI akan terus menjalankan tugasnya secara profesional, proporsional, dan berbasis HAM, di bawah pengawasan internal dan eksternal. Upaya separatis untuk memecah belah bangsa harus ditolak bersama. Keamanan dan keadilan di Papua hanya bisa tercapai bila semua pihak tunduk pada hukum dan menjunjung tinggi persatuan.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono